Selasa, 09 Maret 2010

Pementasan Wayang Mikael


Mengingatkan Saat Manusia Kebingungan. KEBINGUNGAN dalam menentukan arah hidup, menjadi persoalan hampir pada setiap manusia. Mencoba mencari pembenaran sendiri, dan menganggap pendapat atau sikap orang lain salah. Akhirnya, yang terjadi hanyalah disharmonisasi. Itu diungkapkan tokoh Guru Jarkoni pada pementasan wayang Mikael, Mangsa Roman(g)sa di Sangkring Art Space, Minggu (7/3). Dalang Kaji Habeb mengatakan, wayang mikael adalah pementasan yang keluar dari pakem, baik dari cerita, penyajian, bahan dan tokoh wayangnya. Tidak ada kaitannya dengan wayang yang telah ada dan adiluhung tersebut. Hanya mengambil spiritnya, disampaikan secara bercanda dan santai. Dengan diiringi musik dari band, gamelan atau bentuk seni lainnya. "Jadi wayang ini lebih banyak improvisasi. Nama Mikael sendiri diambil dari kata Mika dan El. Mika berasal dari nama bahan wayang. El berarti eling, mengingat perjalanan hidup manusia, dari apa dan mau kemana," ujarnya. Dikatakan, wayang ini untuk membongkar kembali kesadaran manusia akan perannya dalam kehidupan. Manusia bisa sebagai wakil Tuhan untuk membuat dunia menjadi lebih baik. Jika Tuhan menciptakan tanah, manusia membuat taman. Jika ada batu, manusia mengukirnya menjadi patung-patung yang indah. "Namun, di balik peran tersebut, ia juga sebagai hamba Tuhan. Semua yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan. Meskipun manusia mempunyai kebebasan tapi tetap memiliki keterbatasan," terangnya. Lebih lanjut, wayang ini menggambarkan sebuah zaman, dimana manusia itu terlalu GR dengan keberadaannya di dunia. Ini menyebabkan mereka menjadi gedhe rumangsa. Mengedepankan ego sendiri, sehingga idenya menjadi pembenaran yang mutlak dan pendapat orang lain jadi no 2. "Itu juga berakibat pada lahirnya kecurigaan, sehingga timbul kerusuhan dan ketidakmapanan. Semua harmonisasi dimakan oleh angkara, sehingga manusia bingung dengan kebenaran sejati," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar